5 Mei 2016

BERCERMIN PADA NURANI

       Kendatipun kita telah diberi Allah dua buah mata, tapi tidak semua bagian diri kita, bisa kita lihat. Wajah dan punggung kita adalah contoh bagian tubuh yang tidak bisa kita lihat. Untuk dapat melihatnya kita butuh bantuan cermin atau benda bening lainnya yang bisa memantulkan bayangan diri kita. Andaikan tidak ada cermin yang bisa 'menangkap' bayangan kita maka kita hanya akan bisa mengira-ngira seperti apa wajah kita. Cermin yang bersih selalu menampilkan apa adanya tanpa di buat-buat, tanpa dikurangi, tanpa ditambahi. Sehingga bila masih ada penampilan kita yang kurang rapi, itu bukan salah cerminnya, tetapi salah kita. Cermin hanya menampilkan diri kita apa adanya, sesuai dengan kenyataan yang ada pada diri kita. Jadi dengan bercermin maka kita tidak saja dapat melihat apa yang tidak terlihat dari diri kita tapi juga sekaligus menunjukkan bagian mana yang kurang rapi, sehingga kita bisa berbenah.
Saudaraku...
       Demikian pula dengan hidup ini. Untuk mengenali wajah hidup kita sendiri, kita butuh cermin kehidupan. Cermin kehidupan itu bisa jadi adalah orang-orang yang ada di sekitar kita. Diantara mereka yang kita jadikan cermin itu, ada orang yang lebih hebat dari kita dan ada pula yang sebaliknya. Jika kita menemukan orang yang lebih hebat dari kita jangan pernah timbul iri dan dengki di hati kita. Demikian juga jika kita menemukan orang yang biasa-biasa saja dibanding kita, jangan timbul kesombongan di hati kita. Dalam hidup ini memang tidak ada pengetahuan yang paling komplek melebihi pengetahuan terhadap diri sendiri. Kalau sekedar melihat bayangan diri secada fisik mungkin kita cukup melihat dari satu kaca 'cermin'. Tetapi dalam melihat siapa sebenarnya diri ini, maka tidak cukup dengan hanya satu 'cermin'. Apalagi tanpa 'cermin' lalu berani menyimpulkan bahwa tidak ada yang paling baik kecuali diri kita sendiri. Cermin-cermin kehidupan itu, semestinya selalu kita pasang agar kita tidak kelewat dalam menyimpulkan kebaikan diri sendiri.
Saudaraku.....
       Secara kumulatif, data diri seseorang bisa disusun dan dicross check dari kumpulan data parsial berikut ini: Dirinya menurut dirinya sendiri. Dirinya menurut orang lain. Dirinya menurut orang lain dan menurut dirinya. Dirinya menurut dirinya lalu menurut orang dan kembali menurut dirinya sendiri. Dan seterusnya... Agak rumit memang. Tetapi intinya bahwa menurut penilaian siapapun, jangan pernah kita terjebak pada kesimpulan yang kelewat subyektif. Jangan kita silau dengan penilaian yang seakan menguntungkan kita. Demikian juga jangan kita menjadi marah atau tersinggung lantaran orang lain tidak melihat diri kita sebagaimana yang seharusnya.
Saudaraku...
       Diantara semua cermin kehidupan, ada 'cermin yang paling bening dan paling jujur untuk menjelaskan seperti apa sebenarnya diri kita yaitu cermin hati nurani. Boleh kita bercermin dengan siapapun, tapi jangan meremehkan cermin hati nurani ini. Jangan pernah kita jauh apalagi mengabaikannya. Janganlah keasyikan kita mendengar penilaian yang menyenangkan dari orang lain membuat kita mengabaikan apa yang ada di hati nurani kita. Bercermin dengan hati nurani akan lebih menampilkan sosok diri kita sebagai seorang hamba Allah. Seorang hamba yang memang tempatnya segala kurang dan salah, sehingga sampai kapanpun selalu ada kewajiban untuk berbenah. Selamat bercermin kepada siapapun, terlebih pada kebeningan hati nurani masing-masing. Semoga kita semua bisa memandang diri kita secara lebih utuh.
Wallahu a'lam bish-shawab
---------------------------------------
VINAN VIYUS

0 comments:

Posting Komentar